CPNS Guru Masih Dibutuhkan Ribuan Orang di Kabupaten Banyumas

BanyumasCPNS Banyumas 2013 – Kabupaten Banyumas saat ini masih kekurangan guru PNS cukup banyak, khususnya pada jenjang SD. Bahkan Forum Interaksi Guru Banyumas (Figurmas) maupun Dinas Pendidikan Banyumas menyebut, saat ini kekurangannya mencapai 900-1.000 orang.

Kekurangan guru tersebut disebabkan banyaknya guru yang telah memasuki masa pensiun, terutama mereka yang saat itu mengikuti program inpres (sekitar tahun 1970-an). Kondisi ini semakin diperparah dengan kebijakan moratorium penerimaan PNS yang dilakukan pemerintah sejak beberapa tahun lalu. Praktis kekurangan guru semakin bertambah.

”Hampir setiap tahun ada sekitar 250 guru SD yang memasuki masa pensiun. Padahal dalam dua tahun terakhir ini, Kabupaten Banyumas tidak ada penerimaan CPNS untuk formasi guru,” kata pegiat Figurmas, FA Agus Wahyudi, Senin (3/6).

Untuk mengatasi kekurangan guru juga tidak mudah, pasalnya ketika sekolah melalui dinas mengajukan tambahan formasi guru dalam penerimaan CPNS, tidak langsung serta merta disetujui. Kalau pun mendapatkan persetujuan, jumlah formasinya juga tidak sebanding dengan kebutuhan.

Belum lagi kebijakan pemerintah pusat yang melarang bagi daerah yang pengeluarannya lebih besar dibandingkan pendapatan untuk membuka penerimaan CPNS. Kenyataan tersebut membuat sekolah semakin bingung dan tidak berdaya mengatasi problem kekurangan guru.

Akhirnya untuk menyiasati agar kegiatan belajar mengajar tetap berjalan, sekolah melakukan langkah mengangkat guru honorer. Lagi-lagi upaya tersebut juga tidak berjalan mulus, pasalnya sejak 2005 lalu pemerintah mengambil kebijakan melalui PP No 48/2005 dengan melarang pejabat, khususnya kepala sekolah dan dinas untuk mengangkat guru honorer.

Kebijakan ini tentu saja membuat sekolah kembali pusing. Oleh karena itu, lantaran kebutuhan guru mendesak, tidak sedikit sekolah mengakalinya dengan mengangkat guru wiyata bakti melalui Surat Keputusan (SK) komite sekolah. Langkah ini dinilai tidak menyalahi aturan, sebab yang mengangkat komite dan bukan kepala sekolah atau dinas.

”Kebijakan pemerintah yang melarang sekolah untuk mengangkat guru honorer, diakui menjadi dilema bagi sekolah. Kalau boleh jujur, kebijakan tersebut justru menjadi sesuatu yang blunder, sebab di satu sisi sekolah mengalami kekurangan guru, tapi di sisi lain sekolah juga tidak boleh mengangkat guru honorer,” ungkapnya. Sumber:Suara Merdeka